Di Indonesia, pada Idul Fitri tahun ini tradisi perbedaan penentuan I Syawwal terulang lagi. Tanpa melihat siapa yang benar dan siapa yang lebih benar, dampak ketidaksamaan tanggal hari raya tentu saja mengurangi kekompakan kaum muslimin dalam merayakannya. Terkesan tidak kompak, kurang bersatu, dan kurang menyatukan ummat.
Padahal, fenomena tersebut bukan sesuatu yang mustahil diselesaikan. Di Mesir, selama penulis tinggal di Negara tersebut, tidak pernah menjumpai perbedaan hari raya idul fitri.
Resepnya simple saja. Dalam situs http://www.almasryalyoum.com/node/490597, dicantumkan bahwa menurut Mufti Negara tersebut, penentuan hilal di Mesir didasarkan pada ru’yah syar’i sebagaimana ditetapkan dalam Muktamar OKI di Jeddah dan berdasarkan keputusan-keputusan Badan Penelitian Islam dalam muktamar yang diadakan pada tanggal 30 September – 27 Oktober 1966.
Untuk itu, mufti mengimbau, seharusnya kaum muslimin mendasarkan penetapan hilal pada ru’yah di negaranya masing-masing. Hal ini penting untuk menghindari argument sebagian muslimin yang menetapkan hilal dengan berpedoman pada ketetapan Negara lain Karen amenganggap adanya kekurangbenaran ketetatapan disepakati di negaranya.
Selain itu, di Mesir, pihak yang punya otoritas menentukan hilal hanya 1 saja (negara), yang lain mengikuti.
Secara metodologis, meskipun Mesir mengkuti metode ru’yah namun tim ru’yah didukung oleh para ahli astronomi yang kapabel untuk melakukan perhitungan terbitnya hilal. Dengan kata lain, dilakukan penggabungan dua metode sekaligus yang saling mendukung satu sama lain.
Di Indonesia, kecanggihan metode penentuan hilal tidak disangsikan lagi. Hanya satu yang menurut penulis kurang tepat, yaitu adanya pihak-pihak yang “merasa” punya otoritas menentukan hilal, sehingga tidak terjadi kesatuan kata dalam menyatakan 1 Syawwal.
Semoga ke depan, dengan mengedepankan semangat persatuan ummat, hanya ada 1 saja otoritas yang berhak menentukan hilal dan yang lain “ngikut saja”, sehingga tidak ada lagi perbedaan perayaan hari raya. Amiin.