Wednesday, September 16, 2009

Kutbah Idul Fitri 1430 H; Memaknai Idul Fitri

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah……

Idul fitri kembali menyapa kita dengan membawa keberkahan dan keagungan…..hari ini kehidupan kita terasa lebih indah,sejuk, lapang, dan penuh dengan luapan kegembiraan; baik secara lahir maupun secara batin.

Hari ini, cakrawala dunia Islam digemparkan dengan kumandang Takbir dan tahmid sebagai ungkapan akan kebesaran dan keagungan Allah..

Rumah-rumah, masjid-masjd dan jalan-jalan sekitar kaum muslimin dibalut dengan hiasan-hiasan yang Indah. 

Meja-mejapun dipenuhi dengan aneka ragam makanan dan minuman…. 

Yang lebih penting dari itu semua....adalah saat ini kita menghiasi hati kita dengan keindahan takwa kepada Allah….dan menghiasi raga kita dengan pakaian-pakain yang paling bagus yang kita punya....

Semua itu adalah perwujudan atau ekspresi kemenangan setelah selama sebulan penuh kita bergulat melawan hawa nafsu....hingga pada akhirnya atas izin dan pertolongan dari Allah SWT kita, kaum muslimin, bisa mengalahkan hawa nafsu tersebut.....maka hari ini layak disebut dengan hari kemenangan…..hari ini kita proklamirkan bahwa jika kita mau dan atas pertolongan dari allah kita bisa mengalahkan hawa nafsu yang merupakan musuh terbesar dalam kehidupan manusia….. 
Allahu Akbar 3x….. 

Jamaah sholat Id yang dirahmati Allah… .

Idul fitri merupakan hari yang suci dimana manusia dianggap kembali pada fitrahnya, kembali kepada kesucian….dengan demikian kita perlu menggali makna terdalam mengenai Idul fitri tersebut…agar kita kaum muslimin mampu mengambil manfaat yang sebesar-besernya untuk menunjang keberlangsungan hidup kita di masa depan, baik secara individual maupun secara kolektif/sosial….

Secara individual, hal yang perlu dicamkan dalam hari kita adalah bahwa Idul fitri bukan merupakan perpisahan atau akhir kedekatan antara diri kita dengan Allah swt. Hal ini perlu diingatkan di sini, karena banyak orang yang beranggapan bahwa dengan berakhirnya bulan Ramadhan berarti berakhir pula aktifitas/kegiatan ibadah seperti sholat berjamaah di masjid, qiyamullail, tarawih, mendengarkan ceramah, dll. Masjid-masjid yang biasanya terang benderang dan diramaikan oleh para jamah setelah berakhirnya Ramadhan lantas menjadi sepi…

Kalau demikian yang terjadi wahai kaum kaum muslimin…..berarti kita seolah menyembah Ramadhan……dan barangsiapa menyembah Ramadhan sesungguhnya ia telah mati..ia telah meninggalkan kita…namun jika kita menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah adalah dzat yang maha hidup dan tidak pernah mati.

Ramadhan, dalam kehidupan kaum muslimin Ibarat musim rame (marema dalam bahasa kita) bagi pedagang…..pada musim rame tentunya para pedagang menggiatkan diri dalam menjalankan bisnisnya karena berharap akan banyak mendapat keuntungan yang berlipat-lipat di dalamnya….dan setelah musim rame itu berakhir tentunya pedagang tidak lantas menutup tokonya….tidak lantas berhenti berdagang…..begitu pula dengan kita sebagai kaum muslimin, Ramadhan ibarat musim paling tepat untuk menggiatkan ibadah kita, atau dengan kata lain Ramadhan ibarat waktu yang tepat untuk meng-charge baterei hati kita…..dan setelah baterei hati kita dicharge tentunya kepribadian kita akan semakin matang…..semakin bertambah takwa.

Jika memang benar kita menjadi pribadi yang semakin takwa, semakin matang maka itu adalah tanda bahwa ibadah kita selama bulan Ramadhan yang berupa puasa, qiyamullail dan ibadah-ibadah kita yang lain diterima oleh Allah swt….dan hal itu akan berdampak atau berbekas pada hari-hari setelah Ramadhan…...sebagaimana haji di antara tanda kemabrurannya adalah bahwa berdampak kepada kehidupan seseorang menuju ke arah yang lebih baik di hari-hari depannya….dan itu akan terlihat ketika seseorang telah kembali ke tanah airnya….

Semua itu.....karena di antara balasan atas kebaikan adalah berupa kebaikan setelahnya…..selaras dengan firman Allah dalam surat Muhammad ayat 17: 

وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ 

“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Alloh menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya.” (Muhammad: 17)

Saudara-saudaraku seiman...
Jika yang terjadi adalah sebaliknya, di mana aktifitas ibadah kita semakin menurun, kepribadian kita tidak semakin matang, tentunya kita perlu berpikir, bermuhasabah, mengaca diri….jangan-jangan ibadah puasa kita tidak mempunyai arti apa-apa di mata Allah swt, dan sebagaimana pernah dperingatkan oleh oleh Rasulullah saw:
Kam min shaimin…..
 “berapa banyak orang yang perpuasa namun tidak mendapatkan apapun dari apa yang dilakukannya itu kecuali hanya rasa lapar dan haus” (HR. Bukhari-Muslim)

Kita meminta kepada Allah, semoga Ramadhan yang telah meninggalkan kita senantiasa meninggalkan bekas dan berdampak positif dalam diri kita. Amin ya rabbal alamin
Allahu Akbar 3x….

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah……

Tadi kita berbicara mengenai makna Idul fitri dalam artian individu, sekrang kita akan berbicara mengenai makna Idul Fitri secara sosial.

Melalui kacamata sosial ia merupakan lanjutan dari makna idul fitri secara individu, sebab kehidupan sosial kemasyarakatan pada hakikatnya terbangun dari individu-individu, ibarat sebuah bangunan individu adalah batu bata yang menyusun atau membntuk menjadi bangunan.


Hal ini secara tidak langsung tersirat dari salah satu aktifitas yang dianjurkan oleh Rasulullah dalam hal shalat Idul Fitri.

Dalam sebuah hadis riwayat Imam Ahmad, Imam Muslim dan Imam Tirmizi dari Abu Hurairah diceritakan bahwa Rasulullah bila pergi shalat Id, maka beliau kembali melalui jalan lain yang tidak dilaluinya ketika berangkat.

Pekerjaan yang sunnah atau anjuran tersebut ternyata jika dikaji secara mendalam dan tidak terbatas pada pemahaman secara letterlijk atau tekstual, ternyata mempunyai nilai penting secara sosial. 

Rasulullah saw ketika menempuh jalan yang berbeda ketika berangkat ke dan pulang dari sholat Idul Fitri karena mempunyai tujuan untuk melakukan observasi atau terjun langsung ke lapangan untuk mencari-cari barangkali ada orang-orang yang belum mendapatkan haknya di hari tersebut. 

Hal ini merupakan gambaran tanggung jawab sosial seseorang atas keberlangsungan hidup di lingkungan sekitarnya, senada dengan sebuah hadis Rasulullah yang mengatakan bahwa belum dikategorikan sempurna iman seseorang kalau tidur dalam keadaan kenyang, sementara dia tahu tetangganya tidak bisa tidur karena lapar.

Hadis ini menggandengkanatau mengaitkan antara kesalihan/keimanan seseorang melalui sejauh mana ia mempunyai perhatian terhadap kondisi di sekitarnya….

Dengan demikian seorang muslim yang benar dalam keislamannya adalah orang yang senantiasa perhatian, tidak cuek dengan lingkungan sekitarnya. 

Hal ini merupakan pelajaran yang didapatkan melalui puasa dimana didalamnya terdapat ajaran mengenai makna lapar yang diharapkan dapat menumbuhkan rasa solidaritas sosial.

Di hari yang fitri ini mari kita pupuk rasa solidaritas sosial tersebut, sehingga kehidupan kita dipenuhi dengan rasa peraudaraan antara satu sama lain....sehingga masing-masing kita bisa mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri…..karena Rasulullah bersabda…..tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mampu mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

Dengan begitu, agama diharapkan akan mencerminkan dimensi kemanusiaan dan tidak hanya terkungkung pada ritual-ritual saja. Karena itu, setiap manusia hendaknya dapat menjadikan orang lain tidak ubah dirinya sendiri. Artinya, jika orang lain merasa tidak betah hidup dalam penderitaan, kelaparan, dan serba kekurangan, maka kita seharusnya berempati, dan membantu mereka melepaskan penderitaannya itu.....

Allahu Akbar 3x.....


Kaum muslimin yang dimuliakan Allah....

Dalam ajaran filosofi kehidupan yang diwariskan oleh para leluhur kita ada sebuah kearifan lokal dalam memaknai Idul Fitri, yaitu yang erat kaitannya dengan ketupat atau dalam bahasa jawa disebut ”Kupat” yang merupakan singkatan dari “Laku Papat” atau empat tindakan. Keempat tindakan itu adalah Lebaran, Luberan, Leburan, Laburan.

Lebaran, berasal dari kata “Lebar” atau selesai.

Idul Fitri atau 1 Syawal biasa disebut Lebaran yang dimaksudkan telah selesai menjalani ibadah puasa Ramadhan. Lalu apa yang dilakukan setelah lebaran atau selesai menjalankn puasa? Kita lanjutkan pada laku atau tindakan kedua yaitu:

Luberan, berasal dari kata “Luber” artinya meluap atau melimpah.

Kata ini memberikan pesan untuk berbagi dengan sesama terutama dengan orang yang kurang beruntung, yakni sedekah secara ikhlas, seperti lubernya air dari tempatnya. Hal ini sudah dimulai dengan pemberian zakat fitrah yang baru saja kita laksanakan....selanjutnya hal itu mari kita lanjutkan dengan semakin menggiatkan diri dalam berbagi berupa infak dan sedekah....

Laku atau tindakan ketiga adalah
Leburan, berasal dari kata lebur yang berarti melebur atau menghilangkan.

Kata Kupat juga bisa diartikan sebagai “ngaku lepat“, yakni mengakui kesalahan dan saling memohon maaf. Maka pada hari ini mari kita saling melebur kesalahan dan kehilafan yang pernah kita lakukan, baik secara sengaja maupun tidak....jika pada bulan Ramadhan kemarin kita telah mendapatkan janji ampunan dari Allah...maka mari kita lanjutkan untuk mendapatkan maaf dan ampunan dalam hal-hal yang berkaitan dengan sesama manusia.... 

Jamaah Shalat Id yang berbahagia.....laku keempat adalah
Laburan, yang berasal dari kata “Labur” atau ”nglabur” yang berarti menghias.

Kebiasaan kita sebelum Lebaran adalah melabur atau mengecat dinding rumah agar terlihat bersih pada saat Lebaran. Hal ini juga memberikan pesan bahwa agar kita senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin. Jadi setelah melaksanakan Leburan (saling memaafkan) dipesankan untuk selalu menjaga sikap dan tindakan yang baik, sehingga mencerminkan budi pekerti yang baik pula....

Semua itu adalah jalan atau upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah.......
Allahu Akbar 3X.....


 

No comments: